Oleh : FX. Gus Setyono*
Kebanyakan pendidik tidak menyadari bahwa kegagalan sebuah proses pendidikan terhadap para generasi Bangsa bisa disebabkan karena mereka tidak mampu bersinergi dalam mendidik.
Meskipun sama-sama memiliki tanggungjawab atas keberhasilan pendidikan dan masa depan anak, para pendidik bertindak sendiri-sendiri. Orang tua menganggap bahwa kegiatan pendidikan formal adalah urusan sekolah. Sebaliknya, guru juga berpikir bahwa pendidikan di rumah merupakan tanggung jawab keluarga. Akibatnya, tidak sedikit orang tua yang cuek soal pendidikan anak-anak mereka di sekolah, guru juga terkesan tidak peduli atas aktivitas pendidikan siswanya dalam keluarga.
Padahal, keberhasilan pendidikan baik di keluarga maupun di sekolah banyak ditentukan oleh intensitas kerja sama dan komunikasi antar pendidik. Terutama untuk saling memberi masukan tentang apa yang telah diimplementasikan dalam mendidik.
Bagaimanapun, guru membutuhkan informasi tentang berbagai tuntunan terhadap siswanya dalam keluarga. Orang tua juga perlu mengetahui model pendidikan seperti apa yang diberikan kepada anak-anak mereka di sekolah.
Seringkali persoalan yang terjadi pada anak didik di sekolah tidak bisa dihadapi sendiri oleh guru, mereka perlu bantuan dari orang tua. Demikian sebaliknya bila hal itu terjadi dalam keluarga, adakalanya dibutuhkan campur tangan guru untuk menyelesaikannya. Artinya, kedua pihak perlu saling membantu dan melengkapi dalam mengatasi problema si anak
Bagaimanapun suatu kegiatan pendidikan akan lebih berhasil bila dilakukan oleh lebih dari satu pihak, dengan satu pola kerjasama yang harmonis. Seperti telah diyakinkan oleh Mochtar Buchori (2006), pendidikan akan lebih menemui kesempurnaan bila dilaksanakan oleh sekolah dan keluarga.
Kegagalan Sinergi
Sinergi penting, sebagai perwujudan tanggung jawab bersama dalam mencapai keberhasilan pendidikan anak. Sinergi menjadi wahana bagi para pendidik untuk membangun kekuatan serta menyatukan energi dalam membentuk generasi bangsa yang berkualitas.
Sinergi merupakan momen untuk mencapai persamaan persepsi dan menyempurnakan kemampuan dalam mendidik, serta mendeteksi sedini mungkin ketidakberdayaan anak dalam menghadapi gempuran persoalan.
Sinergi dapat mencegah aksi lempar kesalahan ketika muncul duri-duri yang menghambat kegiatan pendidikan. Sekolah tidak akan menyalahkan saat melihat rapuhnya pondasi karakter yang dibangun oleh keluarga, orang tua juga tidak perlu menyudutkan pihak sekolah ketika muatan pengetahuan anaknya tidak sesuai yang diimpikan.
Sinergi akan membangun kepercayaan anak terhadap dua sosok pendidik yang sangat dihormati -- guru dan orang tua -- karena mereka memberikan pengertian, pengetahuan, bimbingan dan contoh yang sinkron serta konsisten. Tidak perlu lagi dilema dengan pertanyaan siapa yang benar antara guru dan orang tua.
Sinergi bisa menciptakan suasana yang lebih kondusif dan ruang yang lebih luas, bagi penggalian serta penyuburan potensi-potensi anak. Orang tua bisa tahu potensi anak mereka setelah mendapat informasi dari guru. Sekolah juga dapat mengembangkan secara maksimal talenta anak didiknya setelah mengetahuinya dari orang tua.
Pada prakteknya, kegagalan sinergi antar pendidik terjadi akibat sikap tidak peduli. Orang tua merasa telah mengeluarkan kocek besar untuk membiayai pendidikan. Sehingga, mereka terkesan “pasrah” pada pihak sekolah. Pihak guru juga merasa kewajiban mereka sebatas area sekolah, sehingga tidak perlu masuk ke teritorial keluarga. Di luar lingkungan sekolah, orang tua yang bertanggung jawab.
Tanpa sinergi akan muncul ketidaksinkronan antar pendidik. Ada orang tua yang berusaha memotivasi dan mengembangkan potensi anak, namun guru malah merusaknya dengan sikap atau perkataan yang membenamkan motivasi siswa. Sebaliknya, pada saat guru berusaha mematrikan nilai-nilai luhur di kelas, di rumah anak menemui suasana keluarga yang berantakan, perpecahan, menyimpang jauh dari nilai yang diajarkan di sekolah.
Akibatnya, anak terbelenggu dalam kebingungan, mana yang mesti diikuti. Sehingga saat terjerembab pada kubangan lingkungan yang negatif, anak tidak mampu bangun untuk memilih dan memutuskan secara benar mana yang baik dan yang buruk.
Kompromi Dalam Mendidik
Berbagai cara dapat dilakukan untuk menjalankan sinergi yang positif. Bentuk yang paling sederhana dan sering dilakukan adalah pertemuan rutin antara guru dengan orang tua untuk mencapai kompromi-kompromi dalam mendidik. Kemudian juga, secara aktif saling bertukar informasi mengenai perkembangan anak, persoalan yang terjadi, dan perkembangan materi pengetahuan yang telah diberikan, agar keduanya memberikan porsi pendidikan secara berimbang.
Yang penting dikedepankan dalam sinergi ini adalah dikembangkannya koordinasi untuk membangun suasana harmonis dalam mendidik. Sehingga, beban yang dipikul terasa lebih ringan, karena aktivitas dilakukan bersama-sama. Secara psikologis anak menjadi percaya diri menerima segala pengetahuan dari guru dan orang tua. Kemampuan untuk menganalisa dan menyelesaikan berbagai persoalan menjadi terasah tajam. Artinya, tujuan pendidikan tercapai lebih sempurna.***
*Penulis adalah pemerhati bidang pendidikan,
tinggal di Pati
Kebanyakan pendidik tidak menyadari bahwa kegagalan sebuah proses pendidikan terhadap para generasi Bangsa bisa disebabkan karena mereka tidak mampu bersinergi dalam mendidik.
Meskipun sama-sama memiliki tanggungjawab atas keberhasilan pendidikan dan masa depan anak, para pendidik bertindak sendiri-sendiri. Orang tua menganggap bahwa kegiatan pendidikan formal adalah urusan sekolah. Sebaliknya, guru juga berpikir bahwa pendidikan di rumah merupakan tanggung jawab keluarga. Akibatnya, tidak sedikit orang tua yang cuek soal pendidikan anak-anak mereka di sekolah, guru juga terkesan tidak peduli atas aktivitas pendidikan siswanya dalam keluarga.
Padahal, keberhasilan pendidikan baik di keluarga maupun di sekolah banyak ditentukan oleh intensitas kerja sama dan komunikasi antar pendidik. Terutama untuk saling memberi masukan tentang apa yang telah diimplementasikan dalam mendidik.
Bagaimanapun, guru membutuhkan informasi tentang berbagai tuntunan terhadap siswanya dalam keluarga. Orang tua juga perlu mengetahui model pendidikan seperti apa yang diberikan kepada anak-anak mereka di sekolah.
Seringkali persoalan yang terjadi pada anak didik di sekolah tidak bisa dihadapi sendiri oleh guru, mereka perlu bantuan dari orang tua. Demikian sebaliknya bila hal itu terjadi dalam keluarga, adakalanya dibutuhkan campur tangan guru untuk menyelesaikannya. Artinya, kedua pihak perlu saling membantu dan melengkapi dalam mengatasi problema si anak
Bagaimanapun suatu kegiatan pendidikan akan lebih berhasil bila dilakukan oleh lebih dari satu pihak, dengan satu pola kerjasama yang harmonis. Seperti telah diyakinkan oleh Mochtar Buchori (2006), pendidikan akan lebih menemui kesempurnaan bila dilaksanakan oleh sekolah dan keluarga.
Kegagalan Sinergi
Sinergi penting, sebagai perwujudan tanggung jawab bersama dalam mencapai keberhasilan pendidikan anak. Sinergi menjadi wahana bagi para pendidik untuk membangun kekuatan serta menyatukan energi dalam membentuk generasi bangsa yang berkualitas.
Sinergi merupakan momen untuk mencapai persamaan persepsi dan menyempurnakan kemampuan dalam mendidik, serta mendeteksi sedini mungkin ketidakberdayaan anak dalam menghadapi gempuran persoalan.
Sinergi dapat mencegah aksi lempar kesalahan ketika muncul duri-duri yang menghambat kegiatan pendidikan. Sekolah tidak akan menyalahkan saat melihat rapuhnya pondasi karakter yang dibangun oleh keluarga, orang tua juga tidak perlu menyudutkan pihak sekolah ketika muatan pengetahuan anaknya tidak sesuai yang diimpikan.
Sinergi akan membangun kepercayaan anak terhadap dua sosok pendidik yang sangat dihormati -- guru dan orang tua -- karena mereka memberikan pengertian, pengetahuan, bimbingan dan contoh yang sinkron serta konsisten. Tidak perlu lagi dilema dengan pertanyaan siapa yang benar antara guru dan orang tua.
Sinergi bisa menciptakan suasana yang lebih kondusif dan ruang yang lebih luas, bagi penggalian serta penyuburan potensi-potensi anak. Orang tua bisa tahu potensi anak mereka setelah mendapat informasi dari guru. Sekolah juga dapat mengembangkan secara maksimal talenta anak didiknya setelah mengetahuinya dari orang tua.
Pada prakteknya, kegagalan sinergi antar pendidik terjadi akibat sikap tidak peduli. Orang tua merasa telah mengeluarkan kocek besar untuk membiayai pendidikan. Sehingga, mereka terkesan “pasrah” pada pihak sekolah. Pihak guru juga merasa kewajiban mereka sebatas area sekolah, sehingga tidak perlu masuk ke teritorial keluarga. Di luar lingkungan sekolah, orang tua yang bertanggung jawab.
Tanpa sinergi akan muncul ketidaksinkronan antar pendidik. Ada orang tua yang berusaha memotivasi dan mengembangkan potensi anak, namun guru malah merusaknya dengan sikap atau perkataan yang membenamkan motivasi siswa. Sebaliknya, pada saat guru berusaha mematrikan nilai-nilai luhur di kelas, di rumah anak menemui suasana keluarga yang berantakan, perpecahan, menyimpang jauh dari nilai yang diajarkan di sekolah.
Akibatnya, anak terbelenggu dalam kebingungan, mana yang mesti diikuti. Sehingga saat terjerembab pada kubangan lingkungan yang negatif, anak tidak mampu bangun untuk memilih dan memutuskan secara benar mana yang baik dan yang buruk.
Kompromi Dalam Mendidik
Berbagai cara dapat dilakukan untuk menjalankan sinergi yang positif. Bentuk yang paling sederhana dan sering dilakukan adalah pertemuan rutin antara guru dengan orang tua untuk mencapai kompromi-kompromi dalam mendidik. Kemudian juga, secara aktif saling bertukar informasi mengenai perkembangan anak, persoalan yang terjadi, dan perkembangan materi pengetahuan yang telah diberikan, agar keduanya memberikan porsi pendidikan secara berimbang.
Yang penting dikedepankan dalam sinergi ini adalah dikembangkannya koordinasi untuk membangun suasana harmonis dalam mendidik. Sehingga, beban yang dipikul terasa lebih ringan, karena aktivitas dilakukan bersama-sama. Secara psikologis anak menjadi percaya diri menerima segala pengetahuan dari guru dan orang tua. Kemampuan untuk menganalisa dan menyelesaikan berbagai persoalan menjadi terasah tajam. Artinya, tujuan pendidikan tercapai lebih sempurna.***
*Penulis adalah pemerhati bidang pendidikan,
tinggal di Pati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar