02/09/08

Mengembangkan Kreativitas Melalui 'PR'



(Dimuat dalam majalah Educare No.7/IV/Oktober 2007)
Oleh : FX. Gus Setyono

Pekerjaan Rumah (PR) dalam dunia pendidikan formal bukanlah hal asing. Hampir setiap hari anak didik diberikan PR berbentuk penyelesaian soal-soal sehubungan mata pelajaran yang telah disampaikan oleh guru. Tetapi, benarkah ada korelasi antara PR dengan prestasi akademik siswa? Apakah semakin banyak dan seringnya PR dijejalkan akan secara otomatis meningkatkan kemampuan? Mengapa banyak anak justru stress dan malah mengalami demotivasi belajar akibat beratnya beban tugas dan PR?
Bila ditanya tentang tujuan pemberian PR, hampir semua pendidik berkeyakinan kegiatan itu akan bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman serta hasil pembelajaran anak didik. Pemberian PR memaksa siswa mengerjakan soal yang berhubungan dengan mata pelajaran yang telah diajarkan. Mereka ‘mau tidak mau’ mesti mengulang dan mengingat materi yang telah diterima. Kondisi tersebut memperkuat keyakinan akan besarnya fungsi PR. Dengan PR, para pendidik--bahkan orang tua murid--melihat hasil proses belajar-mengajar di sekolah lebih optimal dibandingkan kalau tidak diberikan PR.

Tanpa disadari, pemberian PR yang terlalu banyak pada anak bisa menyebabkan depressi atau stress dan kehilangan semangat belajar. Ditambah beban pelajaran berbentuk ujian, tes serta tugas-tugas lain yang memperberat kondisi psikis. Proses belajar yang seharusnya merupakan pengalaman menarik, menyenangkan dan membangkitkan semangat untuk berkembang, malah membebani anak. Mata pelajaran menjadi momok menakutkan. Gairah belajar menurun. Akibatnya prestasi akademik malah jatuh.

Penelitian Mengenai PR
Kondisi tersebut membawa kesimpulan bahwa tidak ada jaminan kalau pemberian PR memacu prestasi akademik. Pemberian PR dan tugas yang overdosis bahkan menurunkan motivasi belajar anak, dus nilai mata pelajaran menjadi buruk. Tidak hanya di Indonesia. Negara-negara lain yang terkenal dengan para pendidik yang suka memberi banyak PR kepada anak didik, ternyata prestasi akademiknya buruk. Contohnya negara Yunani, Thailand dan Iran.
Sementara negara-negara seperti : Jepang dan Denmark, yang guru-gurunya terkenal hanya memberikan sedikit PR, justru menunjukkan prestasi akademik yang tinggi. Hasil penelitian ini disampaikan oleh David Baker dan Gerald Le Tendre, penulis buku National Differences, Global Similarities : World Culture and The Future of Schooling.

Apakah berarti pemberian PR tidak direkomendasi oleh para peneliti pendidikan? Ternyata tidak berarti seperti itu. Memang belum ada formula yang pasti tentang cara pemberian PR yang efektif memacu prestasi. Namun, dari semua pendapat, ada hal sama yang disampaikan oleh para pakar pendidikan. Yakni, pemberian PR mesti membawa suasana senang pada siswa sehingga mereka tidak terbeban, namun dengan rela mengerjakan dan bahkan ada kerinduan untuk terus berlatih dan belajar. Harus diusahakan setiap proses belajar-mengajar bisa membuat anak termotivasi untuk belajar. Dengan motivasi yang tinggi maka berdampak pada terpacunya prestasi akademik.

Menciptakan Motivasi Belajar
Kreativitas serta profesionalitas pendidik dituntut untuk bisa membuat media yang kondusif bagi perkembangan anak. Proses belajar tertinggi harus membantu murid mengembangkan suatu perasaan senang terhadap dirinya, karena ketika belajar ia menemukan suatu pengetahuan baru (Ariesandi Setyono, Hypnoparenting, 2006).*²
Perlu diciptakan suatu situasi agar pengerjaan PR serta tugas lainnya merupakan salah satu proses belajar yang dapat memberikan pengalaman menarik dan menyenangkan. Bisa dengan cara menghubungkan PR suatu bidang ilmu (mata pelajaran) dengan alam atau sebuah permainan. Sehingga ada manfaat lain selain belajar. Yaitu memupuk kecintaan anak didik pada alam atau mendekatkan aktivitas belajar dengan dunia mereka (dunia anak adalah dunia bermain).
Sebuah sekolah swasta di Surabaya menerapkan metode yang sangat bijaksana dalam pemberian PR. Para gurunya memberikan PR hanya sekedarnya saja, dan memastikan bahwa anak mengerjakannya dengan hati gembira dan tanpa tekanan. Mereka selalu membebaskan anak didik untuk mengerjakan berapapun yang anak mau. Anak menjadi tidak terbeban dalam mengerjakan PR. Karena tidak terbeban, mereka mencurahkan segala daya dan kemampuan dengan mengerjakan sebanyak-banyaknya, hingga berlembar-lembar penuh. Hal itu karena mereka melakukan dengan senang dan tanpa beban.
Waktu Ideal Mengerjakan PR
Para pendidik di Amerika yang tergabung dalam National Education Association dan National Parent Teacher Association merekomendasikan waktu yang wajar dalam mengerjakan PR setiap harinya sebagai berikut :
-usia TK sampai SD kelas 2, antara 10 sampai 20 menit
-SD kelas 2 sampai kelas 6, antara 30 sampai 60 menit
Sedangkan Penulis buku The Battle Over Homework : Common Grand for Administrator, Teacher and Parents, Prof. Harris Cooper, memberikan rumus “10 menit per malam per level kelas”. Jadi untuk anak kelas 1 SD maksimal mengerjakan PR 10 menit, kelas 2 SD 20 menit, begitu seterusnya. Prof. Cooper menyampaikan hasil penelitian bahwa hampir tidak ada korelasi antara jumlah PR dengan prestasi akademik untuk anak SD. Sedangkan Sekolah Menengah (SMP/SMU), jika diberikan terlalu banyak justru kontra-
produktif (Adi W.Gunawan, Situs pembelajar.com, 2007).*¹

Hasil-hasil penelitian tersebut bisa menjadi masukan bagi para pendidik dalam memberikan PR dan tugas-tugas lain. Tergantung bagaimana metode para guru untuk menciptakan suasana senang belajar kepada para murid. Terlebih jika proses belajar, termasuk pemberian PR, memberikan pengalaman-pengalaman baru yang membuka wawasan, menggugah kreativitas serta meningkatkan kecintaan kepada alam. Maka proses belajar-mengajar bukan hanya akan meningkatkan prestasi akademik. Lebih dari itu pemuliaan terhadap ciptaan-ciptaan Sang Khalik akan lebih melekat pada anak didik. Dan itu berarti tujuan pendidikan tercapai lebih sempurna.***

1 komentar:

Hypnotherapy mengatakan...

Artikel yang baguusss!
Bila ingin mengetahui 1x sesi hypnoparenting serta Tips-tips GRATIS Hypnoparenting, silahkan kunjungi http://hipnoparenting.blogspot.com/

Cukup 1x terapi 2-3jam hipnoterapi / hypnoparenting anak dan remaja yang malas sekolah, anak nakal, melawan orang tua, bandel, malas / sulit / susah belajar, malas kuliah, sulit diatur.

WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA

WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA
Kebingungan Berbahasa