14/11/08

PENDIDIKAN DI INDONESIA MELUNTURKAN NASIONALISME BERBAHASA


Oleh : FX. Gus Setyono
Pendidikan di Indonesia melunturkan nasionalisme berbahasa--- Tanpa disadari, pendidikan di Indonesia melunturkan nasionalisme dalam berbahasa Indonesia. Demi mengejar gengsi sebagai sekolah "bonafit", anak dijejali dengan aneka bahasa asing yg seharusnya belum perlu diberikan di pendidikan pra sekolah dan dasar.

Suatu ketika secara iseng saya menanyakan istilah dalam bahasa Jawa beberapa bagian tubuh manusia, kepada anak saya yang waktu itu masuk duduk di bangku TK Besar. Jawaban yang disampaikan sungguh mengejutkan.  Waktu itu saya menanyakan apa bahasa Jawa dari kata “mata”. Dengan lantang dia menjawab “ais” (yang dimaksud adalah “eyes” dalam bahasa Inggris). Saya tambah pertanyaan dengan bahasa Jawa dari “kepala”, kembali dia menjawab secara tegas dalam bahasa Inggris “head”. Rasa penasaran saya mulai muncul, sehingga pertanyaan saya ganti dengan bahasa Inggris dari bilangan “enam”. Jawabannya juga ngacau, kali ini dia menjawab dengan kata “liu” -- barangkali yang dimaksud adalah bahasa Mandarin dari enam yakni “liu”.

Yang kemudian membuat jengkel adalah ketika saya jelaskan tentang kata yang benar dalam bahasa Jawa dan Inggris, dia malah agak marah dan bersikukuh bahwa jawaban dialah yang benar. Usut punya usut, ternyata saat TK Besar, anak saya mendapat pelajaran (pengenalan) empat bahasa yakni bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Mandarin dan bahasa Jawa. Bukan main!! Orang dapat saja berdecak kagum akan kehebatan KB/TK tersebut, kemudian berlomba-lomba memasukkan anaknya untuk menempuh pendidikan disana.

Bagi TK/KB yang bersangkutan, barangkali pengenalan berbagai macam bahasa terhadap anak pada usia dini merupakan suatu kebanggaan. Pamor sekolah melambung tinggi, memberikan kesan sangat berkualitas dan kemudian menjadi sekolah favorit. Namun dalam hati saya tidak setuju terhadap kebijakan para pengajar (pengelola) KB/TK tersebut.

Ketidaksetujuan tersebut saya ungkapkan dengan tidak lagi menyekolahkan sang buah hati di sekolah yang bernaung pada yayasan yang sama, ketika dia masuk SD.
Cukup menyedihkan, ketika menyaksikan anak-anak yang seharusnya baru mengenal bagai- mana bersosialisasi, bermain, bergembira, dan kalaupun belajar mereka baru pada tahap pengenalan materi-materi dasar, tetapi mereka mesti memeras otak dengan memahami sesuatu yang belum saatnya diterima. Terasa sekali ada hak dari anak-anak yang terampas.

Kekacauan Berbahasa
Dalam pengenalan bahasa, anak pada usia dini mestinya baru pada tahap pendalaman bahasa ibu, khususnya bahasa Indonesia. Kalaupun mau ditambah, paling tepat adalah bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari dengan teman sebaya mereka di lingkungan tempat tinggalnya, yakni bahasa daerah. Tetapi -- demi gengsi sekolah -- mereka mesti menghafal bahasa-bahasa asing yang belum seharusnya mereka pelajari.

Dengan demikian akibatnya harus dituai. Bahasa yang dipakai menjadi amburadul; campur aduk, kacau tidak karuan. Anak kebingungan. Saat ditanya bahasa Jawa, dijawab dengan bahasa Inggris. Ditanya bahasa Inggris dijawab dengan bahasa Mandarin.
Barangkali tidak disadari bahaya dari kekacauan bahasa pada anak-anak usia pra sekolah. Bahasa adalah mekanisme untuk berpikir. Bahasa memungkinkan anak untuk membayangkan, memanipulasi, mencipta ide-ide baru, dan membagi ide-ide dengan orang lain. Tidak mungkin orang bisa belajar tanpa bahasa (file://E:\pembelajar\www.pembelajar.com\wmview22a4.html). Karena itu, kalau mereka amburadul dalam berbahasa, bisa dibayangkan bagaimana kekacauan mereka ketika belajar, mencipta ide atau menuangkan ide bagi orang lain.

Untuk bisa belajar, anak-anak harus menguasai bahasa Ibu terlebih dahulu sebagai pondasi berbahasa, sebelum mempelajari bahasa asing. Dengan menguasai bahasa Indonesia, mereka tidak akan mengalami kekacauan ketika mengembangkannya dengan mempelajari bahasa-bahasa asing yang lain. Artinya, mereka juga tidak akan kesulitan untuk mempelajari dan memahami konsep-konsep pengetahuan, menghafal, mencari solusi atas masalah dan mengembangkan ide-ide yang tumbuh dalam alam pikiran.

Sangat disayangkan jika anak kebingungan dalam menggunakan bahasa sehari-hari, sebab proses belajar juga akan mengalami kekacauan. Pengertian sebuah kata atau kalimat bisa berbeda. Demikian juga pemahaman akan sebuah ilmu pengetahuan bisa menyimpang dari apa yang seharusnya. Semua akan berlangsung jika alat untuk berkomunikasi, mengembangkan pengetahuan, mengenal sesuatu, mengalami kekacauan.

Penanaman Bahasa Ibu
Hal lain yang tidak kalah penting terkait penanaman bahasa Indonesia secara sempurna adalah pengungkapan rasa nasionalime dengan berbahasa. Melalui penguasaan bahasa Indonesia secara utuh ada dua nilai positif yang dapat dipetik. Pertama, mendidik para generasi bangsa ini untuk bisa berbahasa Indonesia secara baik dan benar,yang berarti juga mempermudah mereka untuk mengembangkan diri. Kedua, militanisme terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu atau bahasa nasional akan semakin kuat.

Dengan demikian rasa kecintaan yang besar terhadap setiap produk budaya bangsa ini, dapat dituangkan juga terhadap bahasa. Bahasa Indonesia semakin dihargai, selalu digunakan dan dikembangkan oleh generasi mudanya. Pengayaan kata dan istilah terhadap bahasa Indonesia menjadi lebih intensif dilakukan.

Di Belanda -- menurut Pater Drost dalam salah satu tulisannya -- anak sekolah dasar (SD) selama enam tahun hanya diajarkan satu bahasa yaitu bahasa Belanda. Tidak diajarkan bahasa lain. Sehingga rasa kecintaan dan penguasaan mereka terhadap bahasa Belanda sangat tinggi.
Di Indonesia sebaliknya, generasi mudanya lebih bangga menggunakan bahasa asing dalam berkomunikasi. Terkadang dalam memakai bahasa Indonesia dicampur aduk dengan bahasa Inggris. Lebih parah lagi bila bahasa kita ini dikacaukan dengan bahasa-bahasa prokem khas anak muda.

Akibatnya, bahasa Indonesia bukan lagi menjadi prioritas kecintaan masyarakat dalam berkomunikasi dan bergaul. Eksistensi bahasa Indonesia semakin memudar, pengembangan bahasa menjadi terhambat. Bahasa Indonesia tidak lagi memiliki kharisma dikalangan masyarakatnya.
Di samping itu, dengan interaksi keseharian yang menggunakan bahasa Indonesia untuk berbicara, membaca, mendengarkan mengingat dan mengembangkan pengetahuan, maka proses pengembangan diri generasi ini juga dapat terhambat. Apalagi, buku-buku pengetahuan yang beredar, sistem transformasi pengetahuan atau pengajaran yang juga menggunakan bahasa Indonesia, dapat mengakibatkan pemahaman terhadap pengetahuan menjadi kacau.

Oleh sebab itu, perlu kiranya disadari pentingnya penanaman bahasa Indonesia secara benar dan utuh agar pengungkapan rasa nasionalisme melalui bahasa semakin kuat. Di samping itu proses pengembangan dan pembelajaran generasi muda bangsa ini yang juga akan menemui kesempurnaan.***

1 komentar:

yoyo' mengatakan...

salam hangat bosss....met..ULTAH, moga semakin sukses aja, sekalian mo pamitan nih hehehehe..........salam juga buat keluarga, jangan lupa kontek2an bos

WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA

WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA
Kebingungan Berbahasa