16/04/09

SEKILAS TENTANG HYPNOPARENTING

Pengetahuan mengenai hypnoparenting ini saya dapatkan dari Bapak Ariesandi Setyono, setelah membaca bukunya dengan judul yang sama : “Hypnoparenting”. Sebuah metode terbaru dalam mendidik anak, yang hasilnya sudah banyak dibuktikan oleh para orang tua.

Hypnoparenting adalah suatu ilmu yang menggabungkan pengetahuan tentang mendidik dan membesarkan anak dengan pengetahuan hypnosis. Sebenarnya semua orang tua pernah mempraktikkan pembentukan perilaku dan pemikiran anak-anaknya, namun karena belum disadari dan belum tahu sistematikanya, maka mereka tidak punya pedoman atau bahkan melakukan kesalahan dalam implementasinya.

Saat Yang Tepat Memprogram Pikiran

Fase perkembangan pikiran seorang anak terbagi dalam dua bagian :
pertama, fase pikiran “pra-kritis”, yang berlangsung pada anak usia di bawah 8 tahun. Namun fase ini berkembang sangat kuat saat anak usia 0 – 3 tahun. Pada fase ini apapun yang dilihat dan didengar olehnya akan langsung masuk dan mengendap di pikiran bawah sadarnya, tanpa ada filter apapun. Bisa digambarkan seperti komputer baru yg belum ada programnya. Jadi mau kita program apapun, pikiran anak akan terprogram seperti yg kita inginkan.

Kabar baiknya, kalau yg kita masukkan adalah program-program positif, maka pikiran bawah sadar sang anak akan langsung menerima dan menyimpannya. Sebaliknya kalau negatif, anak juga akan tumbuh menjadi pribadi yang negatif.

Karena itu sebagai orang tua kita mesti berhati-hati saat anak memasuki fase ini, baik dalam berkata-kata maupun bertingkah laku. Karena kata-kata dan tingkah laku kita ternyata menjadi program pikiran bawah sadar anak. Artinya karakter, kepribadian, pola pikir yang menjadi dasar dalam bertindak, bersikap, bertingkah laku hingga dia dewasa nanti, terbentuk saat anak memasuki usia ini. Nah, benar juga kalau pada masa ini kita telah memberikan dasar bagi masa depan anak kita.
Lalu, bagaimana cara kita memprogram pikiran bawah sadar anak kita secara benar? Ya, sekali lagi melalui kata-kata dan perbuatan sehari-hari kita yang menjadi programmer bagi si buah hati.

Kata-kata kita harus selalu berfokus pada hal-hal positif. Misalnya anak yg malas belajar dan suka nonton TV ya mesti kita arahkan dengan perintah :”Nak, kamu harus rajin belajar biar pintar”. Fokus kalimat itu adalah “rajin belajar” (positif). Jangan sampai mengatakan “Papa gak mau melihat anak yang suka malas..!!!” karena fokus kalimat ini negatif (malas).

Kalau anak kita suatu ketika menjadi penakut, berilah pengertian : “Nak, kamu mesti jadi anak yang pemberani”. Fokus kalimat ini adalah “pemberani” (positif). Jangan diejek dengan kata-kata “Kamu ini jadi anak kok penakut sih? Jangan jadi penakut dong..” Fokusnya adalah “penakut” (negatif).

Kenapa kata-kata positif kita menjadi program yang positif juga? Tidak lain karena cara kerja pikiran manusia yang bekerja berdasarkan gambar-gambar yang dibentuk oleh perkataan. Tidak percaya? Coba tutup mata, kemudian ucapkan dalam hati “Saya tidak mau melihat monyet besar berwarna hitam bergelantungan di pohon”. Ucapkan berulang-ulang.

Apa yg terjadi? Semakin kuat anda mengatakan dan tidak menginginkan melihat monyet besar, maka semakin jelas gambar monyet besar berwarna hitam di pikiran anda.
Sekarang sudah terjawab? Semakin sering Anda memarahi anak agar “jangan nakal” ternyata anak malah menjadi-jadi nakalnya? Anda akan semakin pusing dan berteriak semakin keras. Anehnya, taraf kenakalannya malah semakin tinggi?

Karena itu sekali lagi, berhati-hatilah dengan anak usia ini, karena kita telah memberikan dasar-dasar bagi masa depan mereka.

Kedua, fase pikiran “kritis” yang dimulai pada usia 8 tahun dan semakin kuat berkembang pada anak usia 13 tahun. Pada fase ini filter pikiran anak atas segala informasi yang masuk, sudah mulai terbentuk. Ini berkaitan erat dengan program dasar yang telah ditanamkan pada fase “pra-kritis”. Kalau dasarnya baik, maka karakter yang terbentuk juga semakin baik.

Sekali “pikiran kritis” terbentuk, ia akan bertumbuh semakin kuat dan semakin sulit diubah.

Kendala Pemrograman

Ternyata pengetahuan ini sangat mudah dimengerti, namun sulit sekali dilakukan. Inilah berita buruknya.

Salahsatu kendala yang kerap dialami adalah inkonsistensi orang tua. Di atas telah disebutkan bahwa selain kata-kata, tingkah laku orang tua juga menjadi program bagi anak. Jangan heran kalau anak-anak pada usia di bawah 8 tahun sering sekali meniru secara lugu apa yang pernah dikatakan atau diperbuat orang tuanya. Sering kita kaget, “lho anak ini kok sudah bisa ngomong kayak orang tua ya..” Kadang kita dengan bangga menceritakan peristiwa itu pada orang lain. Tapi hati-hati, bisa jadi tiruan kata-kata atau perbuatan itu adalah bentuk program yang salah.

Apa maksud konsisten dalam konteks ini? Ya, kita mesti terus “menjaga” agar kata dan perbuatan kita selalu positif di mata anak. Kalau menginginkan anak jangan suka nonton sinetron, ya kita harus menahan diri dalam melihat “Cinta Fitri Session 3”. Sangat naïf bila kita menggebu-gebu main game tiap hari, kemudian melarang anak main game agar rajin belajar.

Bentuk konsistensi yang lain adalah sekuat mungkin menahan emosi. Kadang kalau melihat anak-anak bandel, paling cepat menetralkannya adalah dengan menggampar si anak, atau teriak-teriak memarahinya. Saat nilai anak jelek, akan terlunaskan kalau kita sudah memaki-maki dengan kata “bodoh”, “goblog”, “tolol” dan seabreg kromo inggil lainnya.

Tidakkah kita menyadari, bahwa inkonsistensi orang tua bisa menjadi program yang negatif bagi karakter buah hati kita? Jadi, silakan saja dipilih, mana yang mau kita lakukan.***(Gus Setyono)

Tidak ada komentar:

WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA

WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA
Kebingungan Berbahasa