03/12/12

SETIAP ANAK ADALAH “EINSTEIN”

Oleh : FX. Gus Setyono

Judul tulisan ini barangkali dianggap berkebalikan dengan pendapat sebagian orang yang selalu memberikan pengertian kepada para pendidik (khususnya orang tua), bahwa “setiap anak bukanlah Einstein”. Namun tulisan ini dipaparkan dari sudut pandang lain. Tulisan ini ingin menyampaikan bahwa setiap anak bisa sehebat Einstein.

Albert Einstein memang seorang jenius, dengan pandangan-pandangan yang mungkin oleh kebanyakan orang dianggap aneh. Pada saat mengajar di Princenton University (New Jersey), pernah dia memberikan soal-soal ujian yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya, kepada para muridnya. Ketika sang asisten menanyakan kepadanya kenapa hal itu dilakukan, dia menjawab bahwa soalnya memang sama, tetapi jawabannya sudah berbeda bila dibandingkan tahun-tahun lalu.

Einstein ingin mengatakan bahwa tantangan yang dihadapi saat ini tidaklah dapat dipecahkan dengan pemikiran-pemikiran sebelumnya. Setiap waktu berganti, maka jawaban atau pemecahan atas suatu masalah membutuhkan pemikiran atau ide-ide yang baru. Sebuah pandangan yang mungkin tidak pernah terlintas di dalam benak orang kebanyakan saat itu. Keunikan yang dimiliki Einstein seperti inilah yang membuat dia dianggap sungguh hebat.

Karena itu tidak mengherankan kalau kemudian banyak orang tua maupun kalangan pendidik lainnya yang (sadar ataupun tidak) mengidam-idamkan anak-anak mereka bisa seperti Einstein. Bisa menjadi seorang ahli fisika, matematika dengan pendapat-pendapat yang juga hebat. Tidak sedikit orang tua atau guru yang berupaya agar anak-anak mereka bisa pintar di bidang ilmu-ilmu pasti, tanpa melihat apa sebenarnya kemampuan putera-puteri mereka.

Sebagian dari kita mungkin juga pernah mengalami, bagaimana dulu para orang tua menginginkan kita menjadi seperti apa yang mereka inginkan. Lalu apa reaksi kita? Sebagian mungkin senang dan kemudian benar-benar berhasil, karena kebetulan keinginannya sama dengan keinginan orangtua. Namun sebagian mungkin merasa terkungkung dan kurang bisa maksimal berkarya, karena cita-citanya berseberangan dengan harapan orang tua.

Karena itu kata kunci yang dapat digunakan untuk menjadi orang tua atau pendidik yang bijaksana adalah : mengubah “apa yang kita inginkan” menjadi “apa yang diidam-idamkan anak”. Apa yang menjadi cita-cita anak harus menjadi cita-cita dan harapan kita. Dengan begitu kita bisa mendukung penuh apa yang menjadi impian anak di masa depan.

Jangan pernah kita memaksa anak kita menjadi seperti Einstein, atau menjadi apapun yang ada dalam benak kita. Sebaliknya, penuhilah benak kita dengan segala cara, rencana dan upaya agar apa yang menjadi cita-cita anak-anak bisa terwujud. Kemudian tugas kita berikutnya hanyalah mendukung, memberi motivasi dan pandangan-pandangan positif, sehingga anak-anak tidak tanggung-tanggung dalam mewujudkan mimpi-mimpinya. Apapun mimpi itu, sekalipun kelihatan tidak masuk akal.

Biarlah anak-anak kita sukses menjalani kehidupan ini dengan menjadi apapun yang mereka inginkan. Anthony Robbins begitu bijak berkata bahwa kesuksesan adalah melakukan apa yg ingin anda lakukan, kapanpun anda inginkan, dimanapun anda inginkan, bersama siapapun anda inginkan dan sebanyak apapun anda inginkan.

Kisah-kisah Sukses Pemimpi

Steven Spielberg awalnya adalah seorang pemimpi. Khayalannya sungguh tidak masuk akal. Namun mimpi Spielberg mampu menelurkan film-film box office yang menghasilkan trilyunan Rupiah. Henry Ford juga seorang pemimpi dan pekerja keras. Idenya membuat mesin mobil V-8 (delapan silinder) semula juga dianggap tidak mungkin. Tapi dia membuktikannya dengan keberhasilan menciptakan mesin V-8 pertama kali di dunia.

Ada baiknya kita juga mempertimbangkan apa yang dikatakan Jack Zufelt, bahwa seseorang akan mengeluarkan “kekuatan raksasa” yang selama ini tertidur kalau dia telah menemukan keinginan terdalamnya. Karena itu bantulah anak-anak untuk menemukan “apa yang benar-benar mereka inginkan” (bukan apa yang kita inginkan). Sekalipun keinginan itu kita anggap rendah atau sepele.

Seorang Ibu Theresa keinginannya hanyalah melayani dan membantu orang lain. Dia bahkan rela memandikan orang-orang kusta. Tetapi beliau menjadi orang besar karena keinginannya diwujudkan dengan sepenuh hati dan total. Begitu juga Nelson Mandela yang akhirnya menerima Nobel Perdamaian tahun 1993, padahal mimpinya sangat sederhana. Mandela yang pemberani dan pemaaf hanya menginginkan penghapusan diberlakukannya pembedaan warna kulit di negaranya.

Para orang tua mungkin marah dan kecewa bila mengetahui anak mereka bercita-cita menjadi pemain golf. Tetapi seorang Tiger Woods membuktikan bahwa meskipun kecintaannya hanya terhadap olah raga golf, dia berhasil menjadi atlet golf legendaris termuda (31 tahun) yang mampu meraih penghasilan US $ 1.000.000.000.

Joe Girard juga mempunyai kemampuan yang mungkin disepelekan orang lain. Dia hanya memiliki kemampuan memberikan perhatian kepada orang-orang di sekitar. Kemudian kemampuan itu diramu dan dikembangkan menjadi sebuah konsep : mengutamakan pelanggan. Akhirnya dia tercatat dalam Guiness Book of Record sebagai penjual mobil terbanyak (sampai ribuan unit) dalam kurun waktu hanya beberapa tahun.

Barangkali banyak di antara kita yang tidak mengetahui bahwa lezatnya ayam goreng yang berlabel KFC yang sudah menyebar ke seluruh dunia, dulu begitu keras ditawarkan oleh seorang Kolonel Sanders yang hanya memiliki kelebihan : pantang menyerah. Dia bahkan telah menawarkan ide gilanya itu kepada 1.009 investor, hingga akhirnya diterima dan menjadi restoran ayam yang terkenal.

Kisah-kisah sukses yang dimuat dalam buku “Champion, 101 Tip Motivasi & Inspirasi Sukses Menjadi Juara Sejati”, tulisan Darmadi Darmawangsa (2008) tersebut menggambarkan bahwa untuk menjadi sukses, seseorang tidak perlu menjadi Einstein. Tetapi setiap orang nantinya bisa menjadi sehebat Einstein, dengan bidang dan kemampuan yang mungkin berbeda.

Motivasi Dan Pikiran Positif

Ketika kita sudah berhasil menemukan apa yang benar-benar menjadi keinginan terdalam si anak, maka tugas kita berikutnya adalah berupaya semaksimal mungkin agar anak kita tidak setengah-setengah dalam mencapainya.

Sebagai pendidik kita mesti bisa mengatur strategi dan menciptakan cara-cara yang kreatif agar anak-anak kita mampu menggapai impiannya. Bukan hanya menyediakan akses dengan memenuhi segala kebutuhan materi, tetapi juga menyiapkan mental sang anak agar benar-benar siap menjadi manusia “hebat” sekelas Einstein, atau bahkan lebih hebat dari Einstein.

Karena itu ada baiknya kita memikirkan, mulai saat ini tidak lagi memaksa anak kita untuk pintar pada pelajaran matematika, IPA, IPS atau apapun yang kita inginkan. Sebab itu semua adalah keinginan (ego) kita, bukan keinginan si anak. Kalau anak menyukai bahasa, perkuatlah kemampuan berbahasanya, siapa tau nantinya dia menjadi penulis yang hebat atau orator dan politikus ulung. Bila anak kita suka menggambar, siapa tau besok dia menjadi desainer kelas dunia atau pelukis sekelas Picaso..? Maka persiapkanlah segala bekal yang dibutuhkan untuk mencapainya.

Penuhilah hati dan pikiran anak-anak kita dengan motivasi, serta pikiran-pikiran positif yang membangun diri. Hindarkan kata-kata negatif yang dapat menghancurkan harga diri dan impian mereka. Mulailah membangun masa depan anak dengan hal-hal yang sederhana, misalnya dengan menyebutnya : “anak hebat”, atau sebutan lain yang membesarkan tekad mereka. Meskipun mereka tidak juara kelas, tidak pintar matematika atau fisika ataupun tidak fasih berbahasa Inggris

Niscaya anak-anak kita kelak akan menjadi manusia yang benar-benar hebat. Mereka bisa menjadi “Einstein” di bidang melukis, “Einstein” di bidang pelayanan, “Einstein” di bidang olah raga, atau “Einstein” pada bidang-bidang yang lain. Mereka menjadi manusia-manusia yang jenius di bidangnya. Mereka akan sukses meraih apa yang mereka inginkan.

Jadi, kenapa kita tidak mulai membangun masa depan mereka dengan hal yang sederhana? Mulailah memanggil anak-anak kita dengan sebutan “anak hebat”, apapun bakat yang mereka miliki.***

Tidak ada komentar:

WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA

WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA
Kebingungan Berbahasa