23/03/10

Learning Society : Transformasi Peradaban Menuju Masyarakat Madani

Oleh : FX. Gus Setyono - www.batiktradisijawa.blogspot.com
(Dimuat dlm Educare bulan Maret 2010)
Bulan September 2009 yang lalu, Prof. H. Nur Ahmad Fadlil Lubis menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu komoditi dalam perdagangan bebas sesuai ketetapan Badan Dunia WTO. Hal ini menjadi tantangan berat dunia pendidikan, karena terbukanya kesempatan bagi pihak asing untuk membuka perguruan tinggi di Indonesia (Harian Global, 11/09/2009).

Kalau sinyalemen ini benar, akan banyak lembaga pendidikan di Tanah Air yang terancam eksistensinya. Sebab, tidak akan ada peraturan di negara ini yang bisa membendung masuknya pihak asing untuk membuka lembaga-lembaga pendidikan, bahkan pada jenjang dasar dan menengah.

Era perdagangan bebas merupakan konsekwensi dari terciptanya satu komunitas global dari masyarakat dunia. Setiap individu menjadi bagian dari komunitas ini, yang bisa berkomunikasi, berinteraksi, belajar dengan siapapun dan dengan cara apapun tanpa terikat oleh ruang dan waktu. Semua penemuan baru teknologi informasi dan komunikasi akan menjadi sarana untuk mengukuhkan eksistensi manusia di muka bumi ini. Pada perkembangannya, siapapun yang menguasai teknologi (terutama informasi dan komunikasi) akan menguasai dunia.

Hal ini dikarenakan siapapun yang menguasai teknologi informasi dan komunikasi akan mampu berbuat apapun, termasuk dalam berbagi dan mendapatkan ilmu pengetahuan mengenai segala sesuatu, sebanyak mungkin yang dia inginkan. Berbagai produk teknologi informasi serta komunkasi seperti internet, software, DVD/VCD, e-mail, website atau blog (bahkan yang gratis) akan tersedia 24 jam setiap harinya.

Setiap orang akan memiliki kesadaran dan akses untuk belajar dimanapun, kapanpun, dengan cara apapun, mengenai apapun dan kepada siapapun, tidak lagi melulu melalui bangku sekolah. Pada titik inilah transformasi peradaban masyarakat masuk pada era masyarakat pembelajar (learning society).

Pada era masyarakat pembelajar sekolah bukan lagi satu-satunya – dan bahkan bukan yang dominan sebagai – penyelenggara pendidikan. Peran sekolah sebagai tempat penyemaian ilmu pengetahuan lambat laun akan terdistorsi bila sekolah tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan peradaban masyarakat tersebut. Sekolah akan ditinggalkan dan menjadi lembaga yang “nothing” dalam memberikan pendidikan, bila terpaku pada pola-pola tradisional dalam sistem manajemennya.

Demikian juga dengan para gurunya. Kalau para guru tetap bersikukuh pada cara-cara konservatif dalam mentransfer pengetahuannya (misalnya : mengajar dengan ceramah lisan yang membosankan), mereka juga akan menjadi guru yang tidak punya peran apa-apa. Sehingga pertanyaan yang menarik adalah apa yang mesti dilakukan oleh para guru dalam menyesuaikan diri dengan transformasi peradaban ini? Lebih jauh lagi bagi keluarga dan masyarakat yang juga memiliki tanggungjawab dalam pendidikan, apa yang mesti dipersiapkan agar mereka tetap memiliki fungsi sebagai pendidik pada era masyarakat pembelajar?

Guru Sebagai Fasilitator
Guru perlu mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan zaman yang disebut masyarakat pembelajar. Kalau guru tidak mampu mempersiapkan dan menyesuaikan diri, maka lambat laun fungsi guru akan tersingkir oleh berbagai perangkat teknologi modern.

Persiapan tersebut meliputi persiapan keahlian dan mental. Keahlian perlu ditingkatkan terutama dalam kompetensi mengajar. Mereka mesti konsisten meng-up grade keahliannya dalam mengajar, dalam menguasai IT, serta meng-up date pengetahuan yang dimiliki agar selalu ada pada level di atas peserta didik. Sedangkan secara mental, setiap guru perlu menyadari bahwa zaman sudah berubah. Jangan sampai guru menjadi patah semangat atau rendah diri dengan kemajuan teknologi yang ada.

Guru juga harus menyesuaikan diri dengan mau menerima hadirnya teknologi-teknologi baru yang modern. Mereka tidak bisa kemudian menolak hadirnya teknologi dengan dalih teknologi dapat merusak moral atau alasan lain. Bagaimanapun juga, pesatnya perkembangan teknologi terutama informasi dan perangkat komunikasi tidak akan terbendung lagi. Kalau tidak bisa menyesuaikan diri dengan kondisi ini, guru akan ketinggalan.

Misalnya saja dari motivasi belajar peserta didik. Pada masa learning society peserta didik akan dengan mudah mengakses internet atau menyerap berbagai pengetahuan melalui perangkat audio visual (DVD, VCD, Software pendidikan) yang sudah pasti lebih menarik dibandingkan memperhatikan seorang guru yang berceramah di depan kelas. Artinya, agar siswa menjadi tertarik dengan teknik mengajar guru, maka yang bersangkutan harus juga menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Kalau perlu guru harus bisa mengenalkan teknologi yang lebih canggih serta pengetahuan yang lebih lengkap kepada peserta didik.

Pada era masyarakat pembelajar, peran guru sebagai fasilitator transfer ilmu pengetahuan, menjadi suatu keniscayaan. Eksistensinya tidak lagi menjadi subjek dalam transfer ilmu pengetahuan. Karena itu guru mesti bisa mengambil dan memanfaatkan semaksimal mungkin peran tersebut, dengan memfasilitasi dan menyediakan suasana yang kondusif bagi penyerapan pengetahuan dari media apapun dan kemudian mengembangkannya melalui metode-metode diskusi aktif.

Satu lagi peran guru yang tidak tergantikan oleh perangkat teknologi secanggih apapun, yaitu dalam menanamkan nilai-nilai luhur kehidupan. Etika, moral dan berbagai nilai kehidupan seperti kejujuran, gotong royong, toleransi, kepedulian, saling menolong, cinta kasih kepada sesama, hanya bisa ditanamkan dengan keteladanan. Dengan demikian guru harus mampu mengambil peran sebagai penyemai nilai-nilai kehidupan ini semaksimal mungkin.

Keluarga Dan Masyarakat
Lalu apa yang bisa dilakukan oleh keluarga dan masyarakat sebagai bagian dari pilar pendidikan di Tanah Air ini? Hampir sama dengan guru. Keluarga dan masyarakat dituntut untuk dapat menyediakan berbagai sarana serta suasana yang kondusif agar kesempatan generasi muda untuk mengeksploitasi berbagai ilmu pengetahuan dapat terwujud.

Keluarga dan masyarakat tidak boleh membatasi setiap individu (termasuk anak-anak mereka sendiri) untuk mengakses berbagai pengetahuan. Keluarga dan masyarakat hanya boleh mengawasi agar tidak terjadi penyalahgunaan berbagai perangkat teknologi untuk kejahatan atau perbuatan-perbuatan amoral.

Keluarga dan masyarakat mesti memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap generasi muda untuk meraup informasi atau ilmu pengetahuan yang ada di berbagai belahan bumi ini. Biarkan anak-anak mengembangkan dirinya semaksimal mungkin tanpa terbatasi, asal bersifat positif. Upaya menangkal penyalahgunaan teknologi hanya boleh dilakukan dengan pengawasan yang intensif terhadap aktivitas dan hasil dari penggunaan teknologi. Misalnya dengan cara mendampingi pada saat anak mengakses internet, terutama kalau kegiatan itu tidak dilakukan di rumah tetapi di tempat-tempat penyedia jasa sewa internet (WARNET).

Masyarakat perlu mengambil action dengan sesegera mungkin melakukan treatment (penyadaran) terhadap berbagai penyimpangan perilaku moral yang terjadi di masyarakat. Termasuk didalamnya secara aktif menghimbau dan ikut mengawasi para pengelola WARNET agar pengguna jasa internet tidak menyalahgunakannya untuk kepentingan yang bersifat negatif. Kalau perlu melaporkan kepada pihak berwajib bila ada WARNET yang mengizinkan konsumennya mengakses atau men-download situs-situs porno.

Masyarakat Madani
Namun ada yang lebih penting lagi bagi masyarakat. Selain fungsinya sebagai pendidik, dia juga berperan sebagai peserta didik. Satu proses yang tidak bisa dihindarkan dari era masyarakat pembelajar adalah pendidikan seumur hidup (long life education), yakni suatu proses pendidikan yang tidak terputus sepanjang hidup manusia.

Karena itu seluruh anggota masyarakat mesti siap untuk menjalani proses ini. Masyarakat dituntut mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang ada dan memanfaatkannya sebagai media pembelajaran. Masyarakat juga mesti sanggup menjadikan segenap peristiwa dalam kehidupannya sebagai proses belajar dalam dirinya. Learning society menuntut partisipasi aktif masyarakat untuk mewujudkan pendidikan dari, oleh dan untuk masyarakat (Arya Hermawan, 2008).

Dengan demikian setiap anggota masyarakat akan semakin dewasa, maju intelektualitas dan kebudayaannya, serta meningkat integritas, kesadaran berbangsa dan bermasyarakatnya. Sehingga terwujudlah sebuah masyarakat madani (civil society) seperti yang dicita-citakan.***

Tidak ada komentar:

WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA

WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA
Kebingungan Berbahasa