16/06/09

REVITALISASI DAN AKTUALISASI JATIDIRI BANGSA


Oleh : FX. Gus Setyono*


Di dalam peradaban modern yang ditandai dengan menjulangnya kemajuan bidang teknologi , berbagai aroma kenikmatan dan kesenangan dapat diperoleh secara instan. Tanpa disadari, kemudahan-kemudahan yang bisa membius manusia dan menciptakan kemajuan secara signifikan pada bidang ekonomi tersebut, pada perkembangannya membawa dampak yang mengkhawatirkan terhadap perubahan karakter bangsa.

Peradaban modern membawa konsekwensi masuknya setiap bangsa ke dalam satu atap “perkampungan global”. Kompetisi dan kapitalisme menjadi tidak bisa lagi dielakkan oleh setiap bangsa karena batas-batas dan aturan antar wilayah negara telah terhapus dengan teknologi komunikasi. Maka, siapa yang kuat dan mampu bersaing dialah yang akan bertahan.

Kompetisi dan kapitalisme juga menyebabkan imperialisme di segala bidang kehidupan menjadi suatu keniscayaan. Tidak hanya menerobos sektor ekonomi; seni dan budaya juga akan terimbas dalam persaingan global ini. Imperialisme seni dan budaya akan berlangsung secara sistematis, baik yang secara kasat mata ataupun melalui pemanfaatan kecanggihan teknologi dalam dunia maya. Tidak bisa dipungkiri, berbagai budaya dari luar yang masuk dan mempengaruhi perilaku para generasi muda melalui dunia maya semakin tidak terbendung lagi.

Filter-filter budaya yang diharapkan bisa memilah-milah mana budaya yang baik dan mana yang buruk, mulai tidak berfungsi akibat derasnya persaingan dan kecanggihan teknologi. Satu-satunya filter yang bisa membendung budaya-budaya yang negatif hanyalah segenap komponen bangsa yang peduli terhadap masa depan bangsa ini.

Budaya Kapitalis
Kemajuan bidang ekonomi yang dibawa oleh kaum kapitalis pada satu sisi memang menawarkan tingginya grafik kemakmuran masyarakat suatu bangsa. Namun pada sisi lain grafik peningkatan kemakmuran tersebut tidak diikuti dengan peradaban luhur yang menjadi karakter bangsa ini. Kapitalisme dan teknologi secara pasti dan nyata menggerus budaya-budaya yang menjadi ciri khas bangsa yang didalamnya mengandung filosofi: kearifan, perjuangan, kejujuran, sikap san- tun, menghargai sesama, serta kebiasaan untuk selalu bekerjasama dalam menghadapi segala kesu- litan.

Kenyataan tersebut diikuti dengan pergeseran pola tingkah laku dan karakter masyarakat ke arah kontradiktif. Budaya-budaya yang menjadi tuntunan kebijaksanaan dan peradaban yang luhur tersebut telah “termarginalkan” oleh budaya ala kapitalis seperti : hedonisme, eksklusifme, kecurangan, oportunisme, pragmatisme, memburu kekayaan diri, brutalisme dan hilangnya kesadaran untuk saling memperhatikan sesama. Manusia menjadi egois dan merasa terhormat bila telah berhasil meraih kekayaan dan kekuasaan. Bahkan bila kekayaan dan kekuasaan tersebut diperoleh dengan cara-cara yang culas dan tidak beradab.

Manusia yang tidak beradab mampu berkacak pinggang dan bisa tertawa di tengah penderitaan orang lain. Manusia culas bahkan akan tega menyaksikan kesengsaraan dan kejatuhan teman atau saudara, asal apa yang menjadi tujuannya bisa tercapai. Tidak perlu lagi ada perasaan senasib sepenanggungan atas kesulitan yang dihadapi, yang penting ambisi pribadi bisa tertuntaskan.
Pergeseran Budaya
Menyatunya semua bangsa menjadi satu komunitas global telah membawa dampak yang kurang kondusif terhadap perkembangan budaya di Tanah Air, dengan terkontaminasinya virginitas budaya-budaya yang menjadi karakter asli bangsa. Karakter asli bangsa Indonesia yangdiharapkan mendukung kemajuan dan modernisasi dengan tetap mengedepankan keluhuran budi dan kearifan telah diganti dengan hingar-bingar kultur bangsa Barat, sebagai konsekwensi dari peradaban modern yang diusung kaum kapitalis dengan menawarkan kesenangan-kesenangan semu.

Pergeseran budaya asli Indonesia ini tentunya sangat memprihatinkan. Perlu satu upaya untuk bisa membelokkan kembali arah perkembangan budaya ke warna asli yang adiluhung. Penting dipertimbangkan dampak buruknya bagi masa depan bangsa ini, bila budaya-budaya yang sama sekali tidak mempunyai etika dan nilai estetika tersebut semakin marak dan mendominasi karakter para generasi penerus.

Tanpa mengecilkan pentingnya modernisasi, perlu adanya kesadaran bahwa laju modernisasi tetap harus diimbangi dengan kemajuan akhlak dan budi pekerti. Kita ingin bangsa ini maju dan modern dengan tetap mengedepankan karakter-karakter luhur bangsa ini.

Memakai prinsip ikan laut,yang bisa hidup dan berkembang biak di habitat air laut yang asin tetapi tubuhnya tidak kemudian menjadi asin. Dapat diartikan bahwa sangat diperlukan kesigapan kita untuk bersikap bijaksana dan bersikap adaptif atau tidak kaku sehingga nilai-nilai modern bisa seiring dan menyatu dengan nilai-nilai karakter asli bangsa Indonesia.

Menyelamatkan Budaya Lokal
Karena itu salah satu cara untuk menyelamatkan karakter bangsa ini adalah dengan terus menggalakkan budaya-budaya lokal yang penuh dengan kearifan dan semangat daya juang. Perlu dipikirkan bagaimana mengembangkan budaya-budaya lokal demi mempertahankan dan memperkuat karakter bangsa.

Hal ini tak terlepas dari esensi seni dan budaya itu sendiri sebagai elemen humaniora yang mampu menumbuhkan kepekaan nurani, nilai kesalehan hidup baik individu maupun sosial, dan makna kesalehan hidup. Melalui seni dan budaya mata hati kita akan makin terbuka terhadap persoalan-persoalan kebangsaan, sehingga mampu melihat setiap persoalan secara jernih; tidak mudah terjebak dan tergelincir dalam jalan hidup yang mengedepankan otot dan kekerasan (Sawali Tuhu-setya, 2008).

Upaya yang bisa dilakukan untuk mengembalikan budaya lokal menjadi basis karakter bangsa ini adalah dengan mengembangkan image di masyarakat bahwa budaya yang sudah kita miliki adalah budaya yang bernilai sangat tinggi. Sehingga masyarakat bukan hanya confidance mempromosikan atau memakai budaya tersebut sebagai identitas dalam kehidupan bernegara maupun dalam pergaulan internasional, tetapi juga menjadikan masyarakat mau bersikap militan terhadap produk budaya bangsa yang ada.

Kondisi ini dapat dicapai melalui pendidikan baik dalam sekolah maupun proses pendidikan di masyarakat. Proses pendidikan budaya ini dimaknai sebagai suatu upaya menumbuhkan : kebanggan dan penghargaan terhadap setiap produk budaya bangsa, kemauan mengadopsi filosofi-filosofi positif budaya menjadi basis dalam berpikir dan bertindak, serta kemampuan menciptakan suatu produk budaya yang bernilai tinggi dan memiliki nilai komersial.

Selain dengan mempromosikan secara aktif, langkah lain yang dapat dilakukan untuk mencapainya adalah memperkenalkan secara dini kepada generasi muda produk-produk budaya melalui berbagai event pagelaran seni dan budaya atau perlombaan. Komunitas akademis melalui lembaga-lembaga pendidikan formal juga mesti progresif memperkenalkan dan mengembangkan kemampuan mencipta produk budaya dari kreativitas dan ide-ide cemerlang anak didik dalam membakukan karya cipta yang memiliki nilai seni dan komersial tinggi. Pada saat yang sama, segenap komponen bangsa mesti menghargai dengan menjadikan produk-produk budaya sebagai sebuah ikon atau identitas baik lokal maupun nasional.

Pada tataran ini, dukungan penyelenggara pendidikan agar dapat membentuk manusia yang kreatif serta mandiri dan berdayaguna sangat dibutuhkan. Demikian pula dukungan lembaga yang mengeluarkan legalitas pembakuan hasil karya, agar segala ciptaan anak bangsa diakui sebagai produk budaya Indonesia, melalui hak paten.

Dengan kembalinya budaya-budaya lokal menjadi kebanggaan masyarakat, khususnya para generasi mudanya, diharapkan karakter bangsa yang luhur bisa diterima kembali dan kemudian teraktualisasi dan terevitalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.***

Tidak ada komentar:

WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA

WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA
Kebingungan Berbahasa