04/09/09

KETIDAKADILAN MENGAKSES INFORMASI DALAM DUNIA PENDIDIKAN


Oleh : FX. Gus Setyono
(Educare, Agustus 2009)

Ketidakadilan Mengakses Informasi Dalam Dunia Pendidikan  ---- Pendidikan menjadi salah satu pilar dalam pembangunan SDM (sumber daya manusia) Indonesia. Pendidikan juga merupakan hak -- yang diatur dalam Undang-Undang -- bagi setiap warga negara. Karena itu tersedianya prasarana dan sarana pendidikan menjadi faktor penting bagi keberhasilan pembangunan SDM, dan otomatis juga kebutuhan yang mesti dipenuhi oleh pemerintah selaku penanggungjawab keberhasilan pembangunan SDM di Tanah Air.

Namun kenyataannya prasarana dan sarana pendidikan belum merata dimiliki oleh sekolah-sekolah, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Apalagi menyangkut perangkat TIK (teknologi informasi dan komunikasi), banyak sekolah yang belum dapat menyediakannya. Padahal, TIK di era globalisasi seperti sekarang ini menjadi keharusan untuk dapat mengakses informasi dan menjalin komunikasi serta relasi secara cepat. Akibatnya terjadilan ketidakadilan mengakses informasi dalam dunia pendidikan kita.

Perangkat TIK menjadi kebutuhan setiap siswa dalam menyempurnakan proses belajar yang dijalani. Dengan teknologi ini, setiap siswa bisa meraup pengetahuan dari berbagai sumber di berbagai belahan dunia secara lebih lengkap dan cepat. Wawasan, jalinan komunikasi serta relasi akan terbentuk dengan penjelajahan informasi melalui media internet dan keaktifan pada media-media pertemanan di dunia maya.

Dapat disimpulkan bahwa secara umum siswa yang belajar di sekolah-sekolah yang memiliki kelengkapan perangkat TIK mempunyai potensi menjadi lebih pintar dan berpengetahuan dibandingkan mereka yang bersekolah di tempat yang belum lengkap perangkat TIK-nya. Hal ini karena TIK menjadi sarana efektif untuk mengakses pengetahuan. TIK merupakan gudang ilmu atau sumber informasi yang dapat didulang setiap orang secara efektif.  Oleh sebab itu, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi pada sebagian lembaga pendidikan, maka ketidakadilan mengakses informasi dalam dunia pendidikan akan tetap terjadi.


Tiga Penyebab

Bila hanya sebagian sekolah saja di jenjang pendidikan dasar dan menengah yang bisa menyediakan secara lengkap perangkat TIK, maka hanya sebagian siswa di Indonesia yang mempunyai akses informasi global dan lengkap. Hanya sebagian generasi muda Bangsa ini yang memiliki kesempatan lebih luas untuk menjadi lebih cepat pintar.

Oleh karenanya, bila dikaitkan dengan hak setiap warga negara untuk mendapat pendidikan yang layak, hak untuk memperoleh bobot pengetahuan yang sama, hak untuk sama-sama menjadi cepat pintar, maka unsur keadilan menjadi tidak terpenuhi. Tetap saja akan terjadi ketidakadilan mengakses informasi dalam dunia pendidikan.

Kalau tidak semua siswa mendapat kesempatan yang sama dalam mengakses informasi atau pengetahuan, menjalin komunikasi dan relasi, artinya tidak semua siswa mendapatkan haknya dalam kegiatan pendidikan di Indonesia. Jadi memang tidak adil bila kemudian pemerintah tidak mampu mengusahakan kelengkapan prasarana dan sarana pendidikan, khususnya perangkat TIK kepada seluruh sekolah yang ada di Tanah Air ini.

Setidaknya ada 3 (tiga) penyebab mengapa perangkat TIK tidak merata dimiliki lembaga-lembaga pendidikan dasar dan menengah :
(1).Perbedaan karakter masyarakat pedesaan dan perkotaan.
Tingkat kesadaran masyarakat di desa dan kota akan pentingnya TIK sangat berbeda. Masyarakat kota lebih peduli dan membutuhkan TIK daripada masyarakat desa. Mobilitas dan pola aktivitas masyarakat perkotaan yang cenderung lebih cepat serta agresif menyebabkan perangkat TIK yang dapat membantu mereka dalam mendapatkan informasi dan komunikasi secara lebih cepat serta efisien, menjadi lebih dibutuhkan.
Sementara masyarakat pedesaan masih melihat perangkat TIK sebagai sesuatu yang eksklusif dan sulit dijangkau. Mereka juga mengutamakan komunikasi dan penyampaian informasi secara lisan, dengan bertemu muka secara langsung, daripada melalui media internet. Masyarakat di desa masih mengaktifkan kurir desa atau penyampaian dari mulut ke mulut dalam menyebarkan informasi, dan bukannya melalui email atau sms (meskipun sekarang sudah banyak orang di desa yang memiliki handphone).
(2). Perbedaan status standard sekolah.
Pada satu sisi, perbedaan grade sekolah sangat positif, karena dapat memacu setiap sekolah untuk berprestasi agar bisa mencapai standard sekolah yang tinggi. Namun pada sisi lain grading ini menciptakan ketidakadilan bagi para peserta didik. Karena biasanya sekolah yang memiliki standard lebih tinggi, lebih lengkap pula prasarana dan sarana pendidikannya. Sebagai contoh, saat ini baru SDN berstandard internasional (SDNBI) yang sudah menggunakan TIK secara lengkap (Info SEA Edu Net; www.diknas.go.id). Makanya saya bersyukur ketika kemudian pemerintah menghapus standardisasi sekolah seperti ini.
Mestinya, sekolah-sekolah dengan standard yang masih rendah justru diberikan prasarana dan sarana yang lebih lengkap agar mampu mengejar ketertinggalan mereka dalam kegiatan pendidikan.
(3).Perbedaan kemampuan dana sekolah.
Sudah bukan rahasia lagi, bahwa sekolah dengan dana lebih besar akan memiliki prasarana dan sarana pendidikan yang lebih lengkap. Kenyataan ini nampak sekali pada sekolah-sekolah swasta. Akibatnya, setiap sekolah swasta akan berupaya menerapkan biaya pendidikan setinggi mungkin terhadap peserta didik, agar kebutuhan dana yang juga besar bisa tertutupi. Dengan demikian prasarana serta sarana yang bisa disediakan juga semakin lengkap.

Sudah barang tentu – bila sang buah hati tidak mampu masuk di sekolah negeri yang favorit -- para orang tua juga akan berlomba-lomba menyekolahkan anaknya di sekolah swasta favorit dan bermutu yang notabene memiliki prasarana dan sarana yang juga lengkap. Berapapun biaya akan mereka keluarkan asal mampu secara ekonomi. Jadi, apakah kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih baik hanya menjadi milik orang-orang berduit?

Perhatian Serius Pemerintah
Mengingat pentingnya TIK dalam proses belajar dan mengajar, ada baiknya pemerintah lebih serius memperhatikan sekolah-sekolah yang belum memiliki kelengkapan perangkat TIK. Kenaikan anggaran pendidikan harus diikuti pula dengan pengalokasian dana yang lebih besar untuk penyediaan prasarana dan sarana, khususnya perangkat TIK, kepada sekolah-sekolah yang belum mampu.

Hal ini karena TIK merupakan sumber pengetahuan tak terbatas bagi setiap orang. Perangkat TIK menjadi alat untuk mendulang informasi, meraup ilmu dan menjalin komunikasi serta relasi yang sangat efektif bagi siswa.
Dengan membuka kran yang lebih besar anggaran pendidikan untuk sektor penyediaan prasarana dan sarana oleh pemerintah, maka pemerataan penyediaan perangkat TIK di sekolah-sekolah akan terwujud.
Ketidakadilan mengakses informasi dalam dunia pendidikan akan terkikis. Diharapkan, akses untuk memperoleh informasi atau pengetahuan dan menjalin komunikasi serta relasi juga akan sama dimiliki oleh setiap siswa di Tanah Air ini.

Kesamaan akses dalam mendapatkan pengetahuan merupakan salah satu unsur penting dalam mewujudkan keadilan memperoleh pendidikan bagi semua Anak Bangsa. Semoga hal ini menjadi perhatian serius pemerintahan baru yang akan datang.***


Selain artikel ketidakadilan mengakses informasi dalam dunia pendidikan ini, silahkan baca juga artikel :
Setiap Anak Adalah Einstein

Tidak ada komentar:

WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA

WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA
Kebingungan Berbahasa